Kata aizuchi sendiri berasal dari kata ai (besama-sama, saling) dan tsuchi (memukul, menempa) yang dapat diartikan sebagai memukul atau menempa bergantian. Hal ini dapat diibaratkan pekerjaan dua orang pandai besi, dimana untuk membentuk sebilah pedang maka kedua orang tersebut harus menggebuki besi panas membara tersebut secara bergantian secara terus menerus, hingga akhirnya menjadi sebilah pedang. Jadi dalam hal ini aizuchi dalam percakapan bahasa jepang sangat diperlukan untuk memperlancar arus pembicaraan antara kedua belah pihak. Dalam hal ini orang jepang akan merasa gelisah apabila seandainya lawan bicaranya tidak menimpa pembicaraannya dengan aizuchi, ibaratnya dalam makanan tanpa adanya aizuchi maka akan terasa hambar tanpa adanya garam didalamnya.
Jawaban hai (kedengarannya sebagai haik) atau ha saja seringkali digunakan dalam percakapan formal sementara ee banyak muncul dalam suasan informal. Ekspresi un (bunyinya dekat dengan gumaman “hm”) dituturkan dalam lingkungan oleh laki-laki dan situasi yang diwakilinya adalah informal. Untuk menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap apa yang diutarakan seseorang, sering pula digunakan dua aizuchi sekaligus secara berurutan seperti hai hai atau ee ee dan lain sebagainya.
Pemakaian ekspresi-eskpresi seperti aizuchi, akan melahirkan kesan bahwa pendengan betul-betul memberikan perhatian dan sekaligus paham atas apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya tersebut. Walaupun tanpa menambahkan aizuchi tersebut kita sudah paham betul atas apa yang dibicarakan oleh lawan bicara kita, tetap saja tidak merasa begitu nyaman apabila lawan bicaranya tidak menanggapinya dengan ekspresi-ekspresi pendek ini, bahkan bisa saja dia akan mengira bahwa apa yang disampaikannya tidak dimengerti oleh lawan bicaranya dan akan mengulang mengucapkannya lagi.
Ketepatan dalam menggunkan aizuchi juga perlu diatur dalam benak. Pemakaian yang tidak layak akan mengacaukan aliran komunikasi dan membingunkan lawan bicara. Seandainya ungkapan yang sama digunakan terus-menerus dalam selang waktu dua atau tiga detik, misalnya kata hai tanpa variasi, akan menimbulkan kesan seolah-olah pendengar sudah jemu mendengarkannya dan bisa dianggap sebagai sinyal agal berhenti saja mengoceh.
Contoh penggunaan aizuchi dalam percakapan:
A: yuube desu ne (semalan
B: hai (ya)
A: watashi ga apaato ni haitte itta toki (waktu aku masuk apartemen)
B: ee (ya)
A: okotte iru aijin no te kara (dari tangan pacar gelapku yang lagi sewot)
B: hai (ya)
A: sara ga toned kita (piring terbang kearahku)
B: aa, soo desu ka. Aijin o motte iru hito wa fuseujitsu na hito desu yo (oh, begitu? Orang yang punya pacar gelap adalah orang yang tidak setia.
Dalam percakapan diatas terlihat ucapan pembicara ditimpali dengan beragam aizuchi oleh lawan bicaranya. Pembicara juga dengan sengaja potong-terpotong bertutur kata memberikan kesempatan kepada lawan bicara mengisi ruang yang disediakan.
(Source:Tutur Kata Manusia Jepang Oleh Edizal)